Selasa, 18 Desember 2012

discharge planning dengan typoid


BAB I
KAJIAN TEORI
A.    Definisi
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
B.     Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)

C.    Patofisiologis

Salmonella typhi

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid          Hati                             Limpa                          Endotoksin
usus halus


Tukak                          Hepatomegali              Splenomegali               Demam
 

Pendarahan dan          Nyeri perabaan           
perforasi                                                          Mual/tidak nafsu makan


                                              Perubahan nutrisi
         Resiko kurang volume cairan            (Suriadi & Rita Y, 2001)
D.    Gejala klinis
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)Gambaran klinik tifus abdominalisKeluhan:- Nyeri kepala (frontal) 100%- Kurang enak di perut ?50%- Nyeri tulang, persendian, dan otot ?50%- Berak-berak ?50%- Muntah ?50%Gejala:- Demam 100%- Nyeri tekan perut 75%- Bronkitis 75%- Toksik ?60%- Letargik ?60%- Lidah tifus (“kotor”) 40%(Sjamsuhidayat,1998)

E.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Perifer LengkapDapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.2. Pemeriksaan SGOT dan SGPTSGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus3. Pemeriksaan Uji WidalUji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:• Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri• Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri• Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

F.     Terapi
1.      Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2.      Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3.      Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4.       Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5.      Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6.      Golongan Fluorokuinolon• Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari• Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari• Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari• Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari• Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7.      Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

G.    Komplikasi
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

H.    Pengkajian
1.      Riwayat keperawatan
2.       Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
I.        Diagnosa Keperawatan
1.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
3.      Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
J.      Perencanaan
1.      Diagnosa Keperawatan 1
a)      Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
b)      Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan• Berri minum yang cukup
c)      Berikan kompres air biasa
d)     Lakukan tepid sponge (seka)
e)      Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat• Pemberian obat antipireksia
f)       Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
2.      Diagnosa Keperawatan 2
a)      Menilai status nutrisi anak
b)     Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
c)      Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
d)     Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
e)      Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
f)       Mempertahankan kebersihan mulut anak
g)      Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
h)     Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak
3.      Diagnosa Keperawatan 3
a)      Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
b)      Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
c)      Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
d)     Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
e)      Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
f)       Memberikan antibiotik sesuai program(Suriadi & Rita Y, 2001)



K.    Discharge Planning
1.      Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
2.      Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3.      Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4.      Penderita memerlukan istirahat
5.      Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
6.      Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
7.      Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8.      Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
9.      Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
(Suriadi & Rita Y, 2001)

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
 Pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran
B.     Saran
Untuk mewaspadai terjadinya demam typoid  perlu halnya menghindari faktor- faktor yang bisa menyebabkan terjadinya demam typoid.

































DAFTAR PUSTAKA

1.      Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta. 
2.      Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3, jilid I. EGC : Jakarta.
3.      Doengoes, Marilyn E. 2000. REncana Asuhan Keperawatan edisi III. EGC : Jakarta.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar